Manusia dan Harapan

smadav antivirus indonesia

Selasa, 10 Mei 2011

Pengaruh Teknologi Informasi Terhadap nilai-nilai Budaya Bangsa





Kerajinan batik merupakan salah satu hasil kebudayaan asli Indonesia yang sudah cukup lama. Batik dihasilkan melalui proses pembuatan motif batik di atas bahan mori dengan memakai malam/lilin sebagai perintang. Keberadaan batik mengundang decak kagum dunia internasional.

Sebagai bukti, pada tahun 2009 Bangsa Indonesia mendapat penghargaan batik sebagai warisan budaya dunia oleh United Nations Educational, Scientific, and Culture (UNESCO). Pengakuan UNESCO itu diberikan terutama karena penilaian terhadap keragaman motif batik yang penuh makna filosofis mendalam. Pemerintah dan rakyat Indonesia dinilai melakukan berbagai langkah nyata untuk melindungi dan melestasikan warisan budaya itu turun-temurun.

Pada masa kini istilah batik telah meluas dan mewahana ke berbagai bentuk pengertian dalam dimensi kemaknaan, prinsip tujuan, hingga menyangkut pengaruh kebhinekaan budaya Indonesia. Pada dasarnya ditinjau dari proses pengerjaannya, pengertian kata benda dan penggunaannya, batik bisa disebut sebagai kain bercorak. Kata batik dalam Bahasa Jawa, berasal dari akar kata "tik". Mempunyai pengertian hubungan dengan suatu pekerjaan halus, lembut dan kecil, mengandung unsur keindahan. Secara etimologis, berarti menitikkan malam/lilin dengan canting, sehingga membentuk corak terdiri atas susunan titikan dan garisan, bahkan dengan media kuas untuk lebih mempercepat proses pelilinan pada bidang motif yang lebar.

Batik sebagai kata benda merupakan hasil penggambaran corak di atas kain dengan menggunakan canting sebagai alat gambar dan malam sebagai zat perintang. Artinya secara teknis, batik suatu cara penerapan corak di atas kain, melalui proses celup rintang warna dengan malam/lilin sebagai medium perintangnya. Banyak kain yang prosesnya menggunakan teknik rintang warna di Indonesia. Seperti yang terjadi di Banten dan Toraja. Kain simbut berasal dari Banten. Kain sarita dan maa berasal dari Toraja. Keduanya diproses menggunakan teknik perintang yang dioleskan pada latar kain tetapi tidak menggunakan canting.

Disebutkan dalam "Buku Indonesia Indah tentang Batik", kain simbut (bahasa Sunda untuk selimut) merupaka kain yang amat tua. Pada waktu itu kain dibuat di daerah permukiman Suku Baduy sebelah Selatan Banten dan Selatan Sukabumi. Kain simbut diartikan sebagai bentuk yang terdiri dari kain-kain batik yang tampil kelak di kemudian hari di daerah Jawa lainnya. Sebagai alat pelukis corak digunakan kuas dari buluh kecil, sedangkan untuk mewarnai keseluruhan kain digunakan kuas dari sabut kelapa. Corak-corak kain simbut sangat sederhana. Ada motif geometris dengan dasar seperti siku, lingkaran, segitiga, garis dan titik yang mencerminkan ikonografis. Warna yang menonjol; warna hitam, biru, tua dan merah mengkudu. Kain sarita dan maa keduanya dikenal dengan sebutan batik Toraja. Media perintang warna, digunakan tawon (lebah). Alat pelukisnya sepotong buluh kecil untuk menghasilkan corak-corak geometris, figur-figur manusia dan binatang. Proses pencelupannya berlangsung satu kali dengan warna coklat maupun biru tua.

Ditinjau dari teknik pembuatannya, proses membatik terdapat dua macam batik yakni batik tulis dan batik cap. Keduanya memiliki rancangan, proses produksi dan ciri masing-masing. Batik tulis merupakan batik yang dihasilkan dengan cara menggunakan canting tulis sebagai alat bantu dalam melekatkan cairan malam/lilin pada kain. Canting tulis terbuat dari tembaga ringan, mudah untuk dilenturkan, tipis namun kuat, dipasangkan pada gagang buluh bambu maupun bubutan kayu yang ramping. Bagian tembaga tempat menampung cairan malam/lilin berbentuk seperti teko kecil dan mempunyai corong berlubang. Secara visual terdapat berbagai ukuran sebagai lorong tempat mengalirnya cairan malam. Perbedaan ukuran corong sangat diperlukan untuk berbagai jenis rupa pembatikan. Apabila motifnya kecil baik berwujud garis maupun titik maka proses pembatikannya harus menggunakan canting bercorong kecil. Apabila untuk menutupi bagian motif yang luas dan besar serta latar kain digunakan canting dengan lubang yang besar.

Batik cap adalah batik yang diproses menggunakan canting cap. Proses pencantingannya relatif lebih cepat dibandingkan dengan proses pencantingan batik tulis. Teknik pembatikan model batik cap perupakan pengaruh dari para pedagang India dan Cina. Keduanya datang ke Indonesia awal abad XIX dengan memperkenalkan canting cap tembaga. Canting cap tidak hanya digunakan untuk membuat hiasan tepi saja tetapi digunakan pula untuk mencetak gambar pada seluruh muka kain. Pewarnaannya melalui coletan pada motif yang dkehendaki kemudian ditutup degan malam/lilin.

Ungkapan religi dan komoditas perdagangan

Batik memiliki fungsi fisis selain mengungkapkan nilai artistik yang memberikan kepuasan batin. Sesuai dengan bergulirnya waktu dalam tempaan situasi dan kondisi, batik menjadi salah satu komoditas perdagangan, hingga masa kini. Batik dikenal sejak zaman Majapahit, terus berkembang pada masa kini. Meluasnya batik bermula di Jawa kurang lebih pada akhir abad ke-18. Awalnya batik, dihasilkan adalah batik tulis sampai awal abad ke-20 kemudian batik cap, sebenarnya dirintis sejak awal abad ke-19, namun meluas setelah perang dunia I. Saat itu lah batik berpotensi memacu dirinya di dalam konteks pelipatgandaan sebagai komoditas perdagangan.

Sejak masa prasejarah nenek moyang kita telah terampil melukis dinding-dinding gua. Kebutuhan terhadap ungkapan artistik, kemudian disalurkan pada penganekaragaman ragam hias yang dijumpai di berbagai barang keperluan hidup termasuk di dalamnya produk tekstil. Dorongan berbagai kemungkinan teknik penciptaan ragam hias seperti pada batik. Batik sebagai karya seni merupakan pengejawantahan dari kondisi yang melingkupinya. Apa yang diungkapkan merupakan curahan perasaan dan pemikiran terhadap kekuatan di luar dirinya. Batik lahir dari konsepsi estetika seni Jawa adiluhung yang indah dan tinggi. Rancangan dan motif, diciptakan seniman batik didapat dari ilham yang tak lepas dari kehidupan keagamaan. Sebagai karya seni, kerajinan batik tradisioal mempunyai unsur dalam bentuk proporsi, warna, serta garis yang diekspresikan dalam bentuk motif, pola dan ornamen yang penuh dengan makna simbolis, magis dan perlambangan. Awalnya batik dibuat terbatas hanya untuk kebutuhan keraton dan kaum bangsawan. Para abdi dalem selalu tekun membatik secara turun-tenurun guna memenuhi kebutuhan keluarga besar kerajaan dan adat istiadat, baik di Jogjakarta, Surakarta, maupun di Cirebon.

Seiring perkembangan dan kemajuan teknologi batik terus berkembang. Pembuatan batik tidak sekedar memenuhi kebutuhan keraton. Masyarakat luas pun sudah bisa mulai menikmati. Batik merambah sebagai komoditas perdagangan yang sangat menjanjikan. Banyak para pengusaha batik dalam negeri menjalin hubungan dangan para pedagang asing, seperti Arab, Turki, Cina, Portugis, Belanda, Ingris dan Spanyol. Dengan demikian konsumen batik pun tidak terbatas pada daerah sekitar pembatikan, melainkan meluas ke luar daerah pembatikan. Hal ini merupakan kunci, perwujudan batik sebagai komoditi perdagangan yang sangat menjanjikan sebagai usaha kecil menengah.

Bersinarnya batik di Luar Jawa

Tidak dapat dipungkiri, awal kemunculan batik bersumber dari lingkungan keraton di Jawa. Kita kenal batik Jogja dan Solo. Kemudian ada batik Cirebonan. Ketiga daerah itu merupakan sentral tumbuh dan berkembangnya batik di Pulau Jawa. Muncul batik pesisiran seperti: Pekalongan, Lasem, Semarang, Indramayu, Pati, dan Kedu. Kemajuan informasi, pengetahuan dan teknologi memberikan peluang bagi tumbuh dan berkembangnya batik di Luar Jawa. Ada Batik Papua, ada batik Toraja, ada batik Kalimantan, dan akhir-akhir ini muncul batik Sumatera Utara (Batak, Melayu, dan Nias).

Sumatera Utara merupakan bagian wilayah di Ujung Barat Indonesia sebelum Aceh. Sumatera Utara mempunyai sumber budaya lokal yang dapat dijadikan ide atau gagasan dalam pembuatan batik. Di dalam proses pembuatan batik tidak akan lepas yang namanya pola, motif dan ornamen. Susunan dari pola akan membentuk motif. Susunan dari motif itu akan membentuk sebuah ornamen. Ornamen kemudian dibatik dengan teknik canting maupun teknik cap. Hal ini tergantung kebutuhan. Jika menggunakan canting akan dikenal batik tulis. Jika mengunakan cap akan dikenal batik cap atau printing. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan.

Berkembangnya batik di daerah tidak terlepas dari perhatian yang serius oleh pemerintah setempat. Sudah seharusnya pemerintah sebagai patron bagi seniman batik maupun komunitas perajin batik. Seperti dilakukan pemerintah Kota Binjai. Dalam ulang tahunnya ke-139, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Binjai menyelenggarakan "Pesta Budaya Kota Binjai". Salah satu agenda menarik dan perlu diapresiasi, lomba "Desain Seragam Motif Batik Pemko Binjai". Keinginan dan keberanian Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemko Binjai menyelenggarakan lomba ini merupakan wujud keperdulian terhadap maraknya batik dan sebagai tanda cintanya terhadap produk Indonesia sebagai warisan budaya dunia.

Meskipun kita tau dalam sejarah di Sumatera Utara, memang tidak ada mengenal batik sebagaimana di Surakarta, Jogjakarta, mau pun di Cirebon. Keberanian ini perlu mendapat apresiasi yang tinggi. Perlombaan ini juga mendapat respon positif dari masyarakat luas. Ternyata setelah pada puncak penyeleksian karya muncul 25 (dua puluh lima) desain motif batik dengan berbagai macam motif.

Disinilah kejelian panitia lomba. Mereka menentukan topik harus mengambil latar belakang kota Binjai, baik berupa flora fauna, pariwisata dan sejarah kota Binjai. Demikian juga hal teknis pelaksanaan mulai dari motif pokok, motif pengisi, hingga pewarnaannya yang nantinya akan diwujudkan menjadi produk batik khas Binjai Sumatera Utara. Kota Binjai dikenal sebagai kota rambutan dijadikan pilihan favorit bagi pendesainer. Hampir semua desainer menjadikannya rambutan sebagai ide/gagasan kemudian dipadu dengan unsur motif lain. Ada daunnya, ada buah rambutan yang memerah, juga rantingnya. Ditambuh unsur motif geometris. Keempat unsur itu diolah sedemikian rupa menjadi sebuah desain motif batik yang indah. Hal itu didukung lagi dengan warna-warna yang lembut mencitrakan unsur kesejukan. Hal itu tampak dari karya Lailani. Kepekaan dan kejelian Lailani terhadap fenomena rambutan itulah mengantarkan dirinya memenangkan lomba. Sudah sewajarnya Lailani mendapatkan piala, piagam, dan hadiah yang menggiurkan dari Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Binjai. Apabila nantinya dapat direalisasikan dalam baju batik Pemko Binjai, akan mendapat royalti yang lebih besar lagi. Begitu pentingnya hak cipta untuk dilindungi, sehingga akan menjamin kelangsungan terhadap desain motif yang diciptakannya. Munculnya desain motif batik karya Lailani yang indah dan nantinya akan menjadi salah satu baju seragam batik khas Kota Binjai dapat dijadikan momentum bagi daerah lain. Lebih khusus bagi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang ada di Sumatera Utara. Dengan demikian akan menambah khasanah baju batik bagi Indonesia yang telah dijadikan sebagai warisan budaya dunia.

Penulis; Dosen Jurusan Seni Rupa dan Kepala Pusat Penelitian Bahasa & Seni UNIMED.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar